ILUSTRASI/BPK Perketat Pengawasan Dana Desa
 Pengawasan laporan manajemen penggunaan alokasi dana desa maupun dana desa diperketat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Langkah tersebut sebagai bentuk antisipasi terhadap kekhawatiran permasalahan yang timbul dalam pengelolaan keuangan desa.

"Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi permasalahan. Karena itu, sangat diharapkan pengawasan administrasi secara ketat," kata anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, Bahrullah Akbar, Minggu 30 Oktober 2016.

Bahrullah memaparkan adanya indikasi hambatan pengelolaan alokasi dana desa dan dana desa yang sifatnya administratif. Ketidaktahuan kepala desa untuk mengelola derma yang dikucurkan pemerintah pusat sehingga dikhawatirkan terjadi duduk perkara.

"Masih adanya, kepala desa yang menggunakan teladan tambal-sulam anggaran untuk menutupi acara program lainnya. Mereka berpikir nanti anggaran akan ditutupi dari alokasi anggaran lainnya. Tapi, nyatanya anggaran tersebut menjadi terganggu alias tekor," kata Bahrullah.

Pola-contoh yang keliru yang dilakukan oleh kepala desa itulah, kata Bahrullah perlu disikapi dan perlu segera diperbaiki. Oleh karena itu, BPK dan DPR yang memiliki fungsi pengawasan, terus mengupayakan persamaan persepi dalam konteks pemahaman dan pemantapan kepada para kepala desa semoga lebih tertib administrasi.

"Memang menyusun perencanaan anggaran tahunan di tingkat desa bukan kasus gampang. Kita dorong seluruh kepala desa untuk membuat laporan administrasi lebih baik lagi. BPK akan selalu mengingatkan itu," katanya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sukabumi, Iyos Somantri mengatakan besaran derma dana desa dialokasikan sebesar Rp.255 miliar dan alokasi dana desa sebesar Rp.202 miliar. Bantuan tersebut seluruhnya diperuntukan bagi 381 desa. Dana desa tersebut lebih diprioritaskan untuk pembangunan fisik yang diperkirakan mencapai 70 persen dan sisanya untuk non fisik. "Sedangkan pencairan alokasi dana desa dilakukan dalam tiga termin (40%-40%-20%)," kata Iyos.

Iyos Somantri menyampaikan tidak menutup kemungkinan masih terjadinya permasalahan pengelolaan keuangan sehingga pada risikonya kepala desa harus berurusan dengan pegawapemerintah penegak aturan. Namun permasalahan yang terjadi disebabkan minimnya pemahaman dan kualitas sumber daya manusia.

Dalam upaya pengawasan, kata Iyos Somantri, pihaknya telah membentuk sistem pengawasan yang melibatkan lintas SKPD. Untuk pelatihan, leading sector-nya Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) dan administrasi serta kinerja leading sector-nya Inspektorat sebagai APIP (abdnegara pemeriksa internal pemerintah).

"Kamipun melibatkan seluruh camat untuk melakukan langkah serupa. Termasuk melakukan pengawalan, proses pembinaan, perencanaan, pelaksanaan, dan laporan tanggung jawab," kata Iyos.

Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, menegasakan besaran pinjaman dana desa yang dialokasikan dari APBN setiap tahun mencapai sekitar Rp 40 triliun dikhawatirkan menjadi buah simalakama bagi kepala desa. Dana tersebut dimaksudkan untuk membantu percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di tingkat desa. Tapi di sisi lain bisa menjadi problem jika pengelolaannya tidak benar.

"Dana desa itu dialokasikan dari uang negara. Setiap satu rupiah pun harus dicatat dan dipertanggungjawabkan. Kalau masalahnya administrasi, mungkin bisa diganti. Tapi kalau masalahnya pidana, maka harus berhadapan dengan hukum," kata Heri.***
Diberdayakan oleh Blogger.
 
Top