Desa memang lebih mengetahui terhadap kebutuhan pembangunan di desanya. Sehingga UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan bukan lagi objek dari pembangunan.
Sebagai subjek, desa diberikan kewenangan untuk merancang dan menyusun acara pembangunan desanya sesuai kebutuhan masyarakat yang diputuskan bantu-membantu melalui musyawarah desa atau musdes.
Adapun Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa diatur dalam Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun
2015.
Setidaknya dalam mengambil sebuah keputusan bersama harus bersifat rasional dan aspiratif. Keputusan yang rasional, yaitu keputusan yang dilandasi oleh pemikiran logis, sistematis dan berkesinambungan.
Sedangkan keputusan yang aspiratif, yaitu secara langsung atau tidak langsung menampung berbagai pendapat. Oleh kesannya, semua akseptor yang hadir dalam musyawarah desa (musdes) diberikan kesempatan berbicara dan menyampaikan tawaran-usulannya.
Sedangkan di level kewilayahan, musyawarah dusun (musdus) sebagai ajang konsolidasi aneka macam kepentingan bersama yang selanjutnya dibawa dalam forum musdes.
Oleh balasannya, kemajuan sebuah desa, mampu diukur dari baik dan buruknya proses perencanaan. Jika proses perencanaan sudah baik, arah pembangunan desa pun akan lebih terarah.
Desa yang perencanaannya tidak baik. Meskipun dana desa terus ditambah setiap tahun, sulit diukur pengaruh dana desa untuk menjawab persoalan-masalah masyarakat. Sehingga Dana Desa kerapkali menjadi ladang kemakmuran bagi sebahagian elit-elit desa dan pihak lainnya.