Harian Kompas minggu lalu menulis berita yang memberi impian, bahwa tahun ini tingkat kemiskinan di Indonesia akan di bawah 10 persen. Akan tetapi, setiap kali pemerintah berbagi acara, rangkaian acara umumnya tidak terfokus sehingga pada akhir tahun pencapaian tidak mengena.
Oleh: Haryono Suyono, Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan 1998-1999. (Sumber: Harian Kompas, 11 Januari 2018).
Pengalaman ini berlangsung sangat lama. Zaman Presiden Soeharto, perencanaan dan instruksi program dilakukan sedikit demi sedikit dengan target terang sehingga pada 1997 kita menerima penghargaan PBB sebab berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dari 70 persen pada 1970 menjadi 11 persen.
Zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kita tak mengikuti arahan. Memang ada strategi Millennium Development Goals (MDGs), tetapi tak dikawal ketat sehingga sasaran tidak tercapai.
Ada alasan kenapa kita berharap akhir tahun ini angka kemiskinan berada pada single digit. Selama tiga tahun berturut-turut, pemerintah melaksanakan pembangunan besar-besaran dan sungguh-sungguh dari desa dan kawasan pinggiran. Arahan Presiden Joko Widodo ini sangat sempurna alasannya adalah desa yang disasar.
Di samping mulai dari pinggiran dan melayani desa yang lokasinya jauh dan tidak pernah terjangkau, kita perlu konsentrasi membangun dengan skala besar pada desa-desa padat penduduk dan keluarga miskin.
Bangun Keluarga Miskin
Desa pinggiran yang tak pernah terjangkau dan fasilitasnya buruk memerlukan perhatian lebih. Namun, sebab penduduknya biasanya sedikit, maka perlu diimbangi perhatian besar pada desa-desa padat penduduk keluarga miskin. Jika tidak, efek nasional dalam hal pengentasan orang miskin akan sangat rendah. Biarpun dalam titik awal dan acara yang dikembangkan belum secara khusus ditujukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan secara pribadi, kita mampu membaca hasil awal dari upaya pengembangan ekonomi rakyat desa itu supaya lebih sistematis pelaksanaannya ke kurun depan.
Yang menggembirakan, dalam tiga tahun ini rakyat mampu melihat dan menyaksikan kesepakatan Presiden Jokowi, terbukti dari seriusnya pemerintah menawarkan peran dan tanggung jawab kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, yang bersama pegawanegeri dan kementerian lain mengawal pembangunan dengan prioritas tinggi di pedesaan. Bukti nyata lain ialah dana desa yang setiap tahun meningkat tajam.
Lebih dari itu, menurut status pada 31 Desember 2017, pagu dana desa tahun anggaran 2017 adalah Rp 60 triliun. Dana itu telah ditransfer ke 33 provinsi, 434 kabupaten/kota, 6.453 kecamatan, dan 74.910 desa.
Dana desa yang ditransfer dari pusat ke kabupaten/kota mencapai 100 persen. Dana desa yang ditransfer dari kabupaten/kota ke desa mencapai 94 persen. Artinya, kecepatan absorpsi dana desa pada tahun anggaran 2017 bertahan konsisten tinggi.
Dana Desa
Penyerapan dana desa masih sangat variatif, tetapi penggunaan tertinggi—sesuai kebijakan pemerintah—ialah untuk pembangunan sarana dan prasarana desa, Rp 28 triliun atau 59 persen dari seluruh dana yang diturunkan. Namun, dibanding pada 2016, menurun 23 persen dari 82 persen. Penurunan persentase pembangunan sarana dan prasarana desa terjadi karena dana mulai dialihkan untuk kebutuhan dasar dan pemerintahan desa sehingga tugas dana desa untuk kebutuhan dasar naik 10 persen.
Pengalihan pada pemenuhan kebutuhan dasar keluarga miskin ini sangat sempurna, dan di lalu hari berakibat pribadi pada penurunan tingkat kemiskinan.
Dari segi proses, supaya pembangunan desa berjalan lancar, diusahakan ada pendamping desa dengan proporsi satu pendamping untuk 4 desa sehingga jumlah tenaga pendamping yang tersedia seluruhnya sekitar 40.000.
Pendampingan diketahui mengurangi 7 persen hambatan dalam administrasi keuangan desa. Saat ini sedang dikembangkan pendampingan dari kalangan dosen dan mahasiswa KKN dari aneka macam perguruan tinggi. Diharapkan, pada 2018 akan berfungsi lebih luas dibandingkan sebelumnya.
Para pendamping akan dikembangkan juga dari para relawan di kemudian hari berfungsi ganda, mengawasi semoga dana dipakai tepat dan tidak diselewengkan dan membantu pemberdayaan keluarga miskin semoga dana bantuan dapat dimanfaatkan untuk keperluan produktif, laku jual, dan menguntungkan.
Kelompok sosial di desa dan mahasiswa KKN mampu menjadi pendamping sukarela dan membantu pemberdayaan keluarga miskin memanfaatkan dana desa ataupun dana yang disalurkan melalui aneka macam dinas dari banyak kementerian, ataupun banyak sekali lembaga lainnya.
Dari segi pelaporan yang terbuka untuk umum, dicatat hasil pembangunan sarana dan prasarana desa meliputi jalan desa sepanjang 21.423 kilometer, jembatan sepanjang 103 km, dan tambatan bahtera 986 unit.
Dapat dicatat pula hasil pembangunan prasarana kebutuhan dasar pendidikan anak usia dini berupa sarana PAUD 3.092 unit, prasarana kebutuhan dasar kesehatan berupa air higienis 42.209 unit, sumur 6.334 unit, sarana kakus atau MCK 22.049 unit, drainase 32.788 unit, pelayanan untuk ibu hamil dan anak balita 20.303 unit, poliklinik desa 2.568 unit, dan sarana olahraga pada 12.794 desa yang telah dimanfaatkan anak muda setiap desa.
Pendidikan dan Kesehatan
Pada 2018 upaya melengkapi keperluan pendidikan dan kesehatan selain bersumber dari dana desa, ada pula yang bersumber dari dana masing-masing kementerian. Penyediaan dana dalam bidang pendidikan anak usia dini akan memungkinkan anak keluarga muda dan miskin masuk PAUD sehingga ibunya mampu bekerja meningkatkan pendapatan keluarga, dan otomatis mengurangi kemiskinan keluarganya.
Perbaikan fasilitas kesehatan di desa, mirip MCK, posyandu, dan polindes, akan mengurangi risiko sakit bagi keluarga muda dan miskin sehingga mereka bisa sehat dan bekerja.
Untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam, ada pembangunan embung desa 881 unit, penahan tanah dari longsor 13.660 unit, pembangunan dan perbaikan irigasi 12.829 unit.
Untuk pengembangan hasil potensi ekonomi lokal, dana desa, biarpun pada tingkat awal, juga dimanfaatkan untuk membangun atau memperbaiki 4.161 pasar desa sejalan dengan pembangunan tubuh perjuangan milik desa (BUMDes) pada sekitar 19.921 desa. Pembangunan BUMDes diperlukan akan diperkaya dengan menarik dan mengajak lembaga-lembaga desa di era kemudian yang dibangun oleh PKK.
Gairah pasar kerja yang makin tinggi di luar bidang pertanian memungkinkan penduduk desa bekerja di luar bidang pertanian sesudah menggarap sawah dan kebunnya. Ini otomatis meningkatkan pendapatan keluarga.
Upaya melalui BUMDes memang belum memberikan hasil luar biasa, tetapi pada 2018 pengembangan BUMDes akan lebih cepat. Apabila tidak terganggu dengan acara politik, pendapatan masyarakat dan keluarga desa akan meningkat tajam.
Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja di tingkat pedesaan meningkat 0,08 persen, sebagaimana diindikasikan rasio penduduk bekerja terhadap jumlah penduduk usia kerja (employment to population ratio/ EPR) sebesar 66,16 persen. Rasio ini menginformasikan kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja.
Upaya selama tiga tahun ini relatif masih konsentrasi pada pengembangan sarana dan prasarana bantu-membantu belum dibutuhkan meningkatkan upah buruh. Namun, secara keseluruhan, upah buruh, karyawan, dan pegawai meningkat Rp 30.000 menjadi Rp 2,03 juta per bulan. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) sedikit menurun 0,51 persen (menjadi 4 persen). Biarpun sedikit, tetapi berdampak alasannya jumlah penganggur menurun 300.000, menjadi 2,39 juta jiwa.
Dari segi efek belum dapat dilihat secara terang melalui penurunan tingkat kemiskinan alasannya adalah dana untuk pemberdayaan belum dikembangkan signifikan. Karena itu, tingkat kemiskinan hanya turun 0,18 persen.
Jumlah penduduk miskin turun 570.000 jiwa dan indeks kedalaman kemiskinan (P1) menurun 0,25 persen. Artinya, rata-rata pengeluaran bulanan orang miskin meningkat semakin mendekati garis kemiskinan.
Indeks keparahan kemiskinan (P2) menurun 0,12 persen, artinya ketimpangan pengeluaran di antara orang miskin menurun sehingga ketimpangan pedesaan—biarpun relatif kecil terlihat menurun, ditunjukkan oleh penurunan rasio gini 0,007.
Harapan kita, apabila konsentrasi pada 2018 ditambah dengan rencana pengembangan padat karya dan diprioritaskan pada keluarga miskin di kawasan padat penduduk, tidak mustahil angka kemiskinan akan ditandai dengan angka satu digit atau setidak-tidaknya dekat dengan angka satu digit. Insya Allah.
Oleh: Haryono Suyono, Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan 1998-1999. (Sumber: Harian Kompas, 11 Januari 2018).