Lebih dari 50 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah memiliki omzet di atas Rp500 Juta per tahun, bahkan mencapai miliaran rupiah. Seperti halnya Desa Ponggok bisa meraih omzet hingga Rp12 Miliar per tahun.
"Kalau BUMDes bisa terus dikembangkan, malah sangat efektif menahan arus urbanisasi. Karena bukan paruh waktu, tapi full time. Kita lakukan monitoring terkait pengembangan BUMDes-BUMDes, kita deteksi persoalannya apa, dimana. Apakah dari sisi manajemen keuangan, organisasi, atau pemasaran. Ini kita carikan solusi," ungkapnya.
Ia mengakui, masih banyak desa yang belum mengetahui bisnis apa yang dikelola sehingga sebagian besar memilih usaha simpan pinjam. Untuk itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah berhubungan dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dalam rangka pengembangan BUMDes.
"Makanya kita gandeng juga lembaga Pertides (Perguruan Tinggi untuk Desa) untuk kita mendampingi BUMDes," ungkapnya.
Ia melanjutkan, hadirnya BUMDes pada prinsipnya dilarang mematikan usaha masyarakat setempat. Justru, BUMDes harus mampu menjadi wadah yang merangkul dan mengembangkan potensi dan usaha masyarakat desa.
"BUMDes tidak boleh jadi predator masyarakat. BUMDes itu untuk kepentingan bersama, bukan untuk merugikan.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Anwar Sanusi kepada awak media usai membuka aktivitas BUMDes Talk di Solo, Jawa Tengah, "Artinya ini luar biasa," ujarnya.
Ia meyakini, konsep BUMDes yang digarap serius akan bisa menyerap tenaga kerja penuh waktu secara signifikan. Hal tersebut tentu akan menekan arus urbanisasi di desa.
Ia meyakini, konsep BUMDes yang digarap serius akan bisa menyerap tenaga kerja penuh waktu secara signifikan. Hal tersebut tentu akan menekan arus urbanisasi di desa.
"Kalau BUMDes bisa terus dikembangkan, malah sangat efektif menahan arus urbanisasi. Karena bukan paruh waktu, tapi full time. Kita lakukan monitoring terkait pengembangan BUMDes-BUMDes, kita deteksi persoalannya apa, dimana. Apakah dari sisi manajemen keuangan, organisasi, atau pemasaran. Ini kita carikan solusi," ungkapnya.
Ia mengakui, masih banyak desa yang belum mengetahui bisnis apa yang dikelola sehingga sebagian besar memilih usaha simpan pinjam. Untuk itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah berhubungan dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dalam rangka pengembangan BUMDes.
"Makanya kita gandeng juga lembaga Pertides (Perguruan Tinggi untuk Desa) untuk kita mendampingi BUMDes," ungkapnya.
Ia melanjutkan, hadirnya BUMDes pada prinsipnya dilarang mematikan usaha masyarakat setempat. Justru, BUMDes harus mampu menjadi wadah yang merangkul dan mengembangkan potensi dan usaha masyarakat desa.
"BUMDes tidak boleh jadi predator masyarakat. BUMDes itu untuk kepentingan bersama, bukan untuk merugikan.
Saat ini dia tengah melakukan pemetaan terkait BUMDes-BUMDes yang tengah berkembang, serta menganalisis pengaruh kehadiran BUMDes pada peningkatan ekonomi desa setempat. Selain itu juga akan dikembangkan e-BUMdes sebagai wadah pembelajaran pengembangan BUMDes secara online.
"Kita ingin seluruh desa punya BUMDes. Target tahun 2018 semua desa juga punya akses untuk ke e-BUMDes," ujarnya. (Kemendes)
"Kita ingin seluruh desa punya BUMDes. Target tahun 2018 semua desa juga punya akses untuk ke e-BUMDes," ujarnya. (Kemendes)