Dana Desa harus dikelola dengan transparan dan akuntabel. Kepala desa mesti mempunyai kemampuan menyusun kegiatan pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan bahkan indikator tercapainya acara pembangunan tersebut.

Perangkat desa sebagai pembantu kepala desa harus memahami sistem pembayaran, sistem akuntansi, dan pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-usul yang berlaku sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik.

Seluruh komponen masyarakat dan pemerintah harus bersinergi agar acara pembangunan desa melalui dana desa berhasil. Akademisi dari banyak sekali perguruan tinggi tinggi bisa berperan aktif memperlihatkan pendidikan dan training pada perangkat desa. Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Pengabdian Masyarakat yang biasa dilakukan oleh Perguruan Tinggi setiap tahun mampu menjadi salah satu wadah komunikasi dan training pemanfaatan dana desa secara efektif dan efisien. Termasuk pula bagaimana administrasi, akuntansi dan pelaporannya. Para perangkat desa juga harus didorong aktif untuk belajar. Dimulai dari pemetaan kondisi desa, baik kondisi geografis maupun sosial ekonomi. Dilanjutkan dengan pemetaan permasalahan yang dihadapi desa dan potensi desa.

Berangkat dari pemahaman atas kondisi riil setempat itulah kemudian dimusyawarahkan bagaimana program-program desa tidak salah kawasan dan salah manajemen. Masyarakat diperlukan terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian aktivitas pembangunan desa.

Apabila pemerintah kabupaten/kota mengalami keterbatasan sumber daya insan, mampu dibantu oleh akademisi atau dari profesional. Selain itu Kementerian Desa dan pemerintah kabupaten/kota harus membangun kemitraan dengan organisasi-organisasi masyarakat sipil di tingkat lokal dan nasional yang selama ini sudah berpengalaman melakukan pendampingan dalam memperkuat pemerintahan desa di bidang perencanaan aktivitas, akuntansi dan pelaporan, administrasi risiko, serta pencegahan korupsi.

Pendampingan ini hendaknya dilakukan terus menerus. Bukan hanya di tahun pertama, mengingat perangkat desa mampu silih berganti mirip halnya struktur pemerintahan pada umumnya. Badan Permusyawaratan Desa mampu menjadi pengawas pada perencanaan dan pelaksanaan agenda desa yang dibiayai dari dana desa tersebut untuk membuat “check and balance”.

Ada anggapan sebagian kalangan bahwa dana pertolongan desa seperti durian runtuh. Hal itu justru berbahaya karena ada potensi ancaman korupsi di dalamnya. Menyadari hal itu, Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan, Adnan Pandu Praja menyatakan pihaknya siap melaksanakan antisipasi. Caranya, kata Adnan, KPK akan menyurati seluruh pegawapemerintah desa di Indonesia untuk mengingatkan agar alokasi dana desa semoga dimanfaatkan dengan benar dan tidak melanggar hukum, apalagi korupsi. Surat yang akan dikirim KPK adalah bentuk peringatan dini atau early warning system agar aparat desa tidak terjerat korupsi. Aparat desa perlu diperingatkan karena KPK menerima informasi sumber daya insan di desa belum siap mendapatkan dana sebesar itu. KPK mencatat ada sekitar 73 ribu desa yang akan menerima alokasi dana itu (www.hukumonline.com).

Sebelumnya, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar telah meminta KPK untuk mengawasi program dana pertolongan desa. Kementrian PDT menyatakan siap berhubungan dengan KPK untuk melaksanakan pengawasan.

Proses pengadaan barang/jasa yang didanai oleh dana desa ini hendaknya transparan dan mengikuti proses pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk mencegah mark up pengadaan, hendaknya menggunakan standard biaya umum/ khusus yang diterbitkan melalui peraturan Menteri Keuangan. Jika tidak ada hendaknya pemerintahan desa mengusulkannya dalam rencana anggaran biaya kegiatan dengan persetujuan Badan Permusyaratan Desa lalu disampaikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk disetujui.

Dana Desa terlihat memiliki potensi luar biasa dalam upaya mempercepat pertumbuhan dan pembangunan Desa dalam rangka mengatasi berbagai problem yang selama ini ada. Namun bagaimana menjaga supaya pemanfaatan tersebut tetap di koridor yang dibutuhkan menjadi PR bersama seluruh elemen bangsa di Indonesia. Harapannya, dengan anggaran yang meningkat maka desa mampu membuatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk itu perlu ada pembelajaran dan proses penerapan yang sempurna, baik dari segi waktu maupun dari sumberdaya. Hasil tamat dari program ini berupa desa yang berkualitas tentu menjadi input yang bermanfaat baik bagi desa itu sendiri maupun bagi tempat lainnya. ***
Diberdayakan oleh Blogger.
 
Top