Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) jumlah Badan Usaha Milik Desa sampai Oktober 2017 telah mencapai 22.000 BUMDes dari 74.910 Desa seluruh Indonesia. Jumlah ini meningkat jauh dibandingkan tahun 2016 yang berjumlah 18.000 BUMDes.
Meskipun pembentukan BUMDes terus bertambah. Dari jumlah tersebut, ada BUMDes yang telah sukses, sedang merintis berkembang dan tidak sedikit pula yang masih tertatih-tatih dalam pembentukan BUMDes. Kendala dan hambatan sangatlah beragam. Mulai dari sumberdaya insan yang terbatas, kurangnya perlibatan warga dalam mendesain BUMDes sampai minimnya perlindungan alokasi modal usaha BUMDes dalam Anggaran Pendapatan Belanja (APBDes).
Minimnya sumber daya insan, sepertinya kurang tepat dijadikan alasan. Karena, langkah persiapan pendirian Badan Usaha Milik Desa itu sangatlah gampang. Untuk tahap awal, dimulai dari membangun kesepakatan antara masyarakat dan pemerintahan desa yang dibahas melalui musyawarah desa atau musdes.
BUMDes yang dibangun dengan akad bersama masyarakat desa, kelahiran BUMDes jauh lebih tahan dan tumbuh dengan baik, kalau dibandingkan dengan BUMDes yang pembentukannya dengan cara-cara klasik. Cara klasik yang dimaksud disini, yaitu pembentukan BUMDes dilakukan oleh segelintir elit-elit desa bersama Kadesnya.
Terlepas dari berbagai hambatan yang ada. BUMDes memang harus hadir di Desa sebagai wadah bagi desa dalam memperkuat kemandirian desa dan kesejahteraan masyarakat. Dengan diberlakukannya UU Desa, BUMDes mampu menjadi alat usaha bagi Desa. Kehadiran BUM Desa sebagai institusi sosial dan komersial yang bertujuan untuk menampung seluruh acara di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh desa dan/atau kolaborasi antar desa.
Bagi desa-desa yang sedang menyusun Peraturan Desa dan AD/ART BUMDes. Inilah 100 acuan format Perdes ihwal Pendirian Badan Usaha Milik Desa, dan teladan AD/ART BUMDes, kiranya mampu menjadi data pembanding bagi tim penyusun dan perumus Peraturan Desa.
Semoga bermanfaat.
Meskipun pembentukan BUMDes terus bertambah. Dari jumlah tersebut, ada BUMDes yang telah sukses, sedang merintis berkembang dan tidak sedikit pula yang masih tertatih-tatih dalam pembentukan BUMDes. Kendala dan hambatan sangatlah beragam. Mulai dari sumberdaya insan yang terbatas, kurangnya perlibatan warga dalam mendesain BUMDes sampai minimnya perlindungan alokasi modal usaha BUMDes dalam Anggaran Pendapatan Belanja (APBDes).
Minimnya sumber daya insan, sepertinya kurang tepat dijadikan alasan. Karena, langkah persiapan pendirian Badan Usaha Milik Desa itu sangatlah gampang. Untuk tahap awal, dimulai dari membangun kesepakatan antara masyarakat dan pemerintahan desa yang dibahas melalui musyawarah desa atau musdes.
BUMDes yang dibangun dengan akad bersama masyarakat desa, kelahiran BUMDes jauh lebih tahan dan tumbuh dengan baik, kalau dibandingkan dengan BUMDes yang pembentukannya dengan cara-cara klasik. Cara klasik yang dimaksud disini, yaitu pembentukan BUMDes dilakukan oleh segelintir elit-elit desa bersama Kadesnya.
Terlepas dari berbagai hambatan yang ada. BUMDes memang harus hadir di Desa sebagai wadah bagi desa dalam memperkuat kemandirian desa dan kesejahteraan masyarakat. Dengan diberlakukannya UU Desa, BUMDes mampu menjadi alat usaha bagi Desa. Kehadiran BUM Desa sebagai institusi sosial dan komersial yang bertujuan untuk menampung seluruh acara di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh desa dan/atau kolaborasi antar desa.
Bagi desa-desa yang sedang menyusun Peraturan Desa dan AD/ART BUMDes. Inilah 100 acuan format Perdes ihwal Pendirian Badan Usaha Milik Desa, dan teladan AD/ART BUMDes, kiranya mampu menjadi data pembanding bagi tim penyusun dan perumus Peraturan Desa.
Semoga bermanfaat.