Kata fasilitasi berasal dari bahasa Latin, Facilis yang artinya mempermudah (to facilitate = to make easy). Jika diterjemahkan secara sederhana, fasilitasi ialah “memudahkan” bukan "mempersulit".

"Facilitation is about process, how you do something, rather than the content, what you do. Facilitator is process guide; someone who makes a process easier or more convenient to use (Hunter et al 1993). 

Fasilitasi yakni perihal proses, bagaimana anda melaksanakan sesuatu, ketimbang isinya, apa yang Anda lakukan. Fasilitator ialah pemandu proses, seseorang yang membuat sebuah proses lebih gampang atau lebih yakin menggunakan". 

Berbicara tentang fasilitasi atau fasilitator, bukanlah konsep baru melainkan konsep purba. Sejarah telah mencatat adanya peran-peran serupa pada jaman nenek moyang kita. Minat terhadap fasilitasi tamat-tamat ini sebenarnya mengajak kita kembali keakar dengan cara memperlihatkan apresiasi pada nilai-nilai dan proses-proses yang terjadi pada abad lalu.

Menurut John Townsend dan Paul Donovan, fasilitasi adalah sebuah proses yang dilakukan untuk membantu individu dan kelompok/komunitas dengan cara yang mudah. Dengan kata lain, fasilitasi berarti menciptakan sesuatu yang sulit menjadi gampang.

Dalam kontek pendampingan desa, seorang pendamping desa berperan sebagai fasilitasi/fasilitator. Sebagai seorang fasilitator pemberdayaan desa, maka Anda harus mampu menawarkan solusi-solusi yang sempurna dalam melakukan peran-peran pendampingan.

Ingat...! Tugas pendamping desa bukanlah untuk mentransfer atau menyebarluaskan info, melainkan memakai komunikasi-info untuk meningkatkan partisipasi dan kapasitas masyarakat dan pemerintahan desa.
Tidak ada cara untuk menjadi seorang pendamping desa yang handal, kecuali dengan “belajar sambil bekerja secara terus-menerus”. Tapi, berguru dari pengalaman akan terasa lebih bermakna apabila pendamping desa juga berguru dari berbagai sumber yang menyumbang pada pengembangan pendekatan partisipatif.

Pendamping desa juga jangan menjadi seorang penganut teori tertentu yang ‘fanatik’, alasannya ilmu yang paling relevan dalam menjalankan tugas pendampingan yakni lapangan itu sendiri: masyarakat desa dan lingkungannya. Ingat dan Camkan itu!

Berikut 6 mitos tentang fasilitasi yang harus Anda waspadai. Menurut Metode Fasilitasi Pembuatan Keputusan Partisipatif (Pattiro dan The Ford Foundation, 2010). 

1. Fasilitasi bukan kegiatan karikatif sumbangan kemudahan!
Fasilitasi merupakan media yang diciptakan agar semua orang mampu berperan serta dalam pengambilan keputusan, bukansekedar mendapatkan akomodasi.

2. Fasilitasi bukan pelatihan!
Pelatihan membawakan isu dari Pelatih ke Peserta, sedangkan Fasilitator menggali berita dari Peserta dengan menggunakan metode maupun teknik yang tepat.


3. Fasilitasi bukan sekedar membirakan mengalir!
Menggali pendapat dari anggota kelompok dan mendiskusikan perbedaan-perbedaan persepsi adalah pekerjaan serius tetapi juga seni, dan membutuhkan metode yang tepat. 
Fasilitasi meletakkan kreatifitas dan inisiatif dalam kerangka metode, tidak membiarkannya berkembang liar.

4. Fasilitasi tidak membiarkan orang tersesat di hutan ilham!
Membiarkan segala wangsit dan pendapat mengalir tak terkendali akan menyebabkan peserta terjebak dalam ketidakpastian. Fasilitator harus menjaga biar segala wangsit mengarah pada solusi bagi kelompok.

5. Fasilitasi bukan kuis tanya jawab
Fasilitator tidak dapat membiarkan terjadinya tanya jawab tanpa arah yang jelas antar peserta. 
Fasilitator harus mempunyai metode yang terperinci biar interaksi antar peserta menghasilkan output yang solutif.

6. Fasilitasi bukan sulap
Membawa satu kelompok secara bahu-membahu mengambil keputusan, tidak dapat dilakukan tanpa melaksanakan asistensi/pendampingan dan coaching. 
Fasilitator yaitu pemimpin dalam proses tersebut, sekaligus sebagai pelayan metodologi dan tidak mensugesti keputusan yang diambil kelompok.
Diberdayakan oleh Blogger.
 
Top