Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo (Jokowi) menetapkan untuk menunjukkan derma pribadi tunai (BLT-Dana Desa) kepada masyarakat desa selama pandemi COVID-19. Anggarannya diambil dari alokasi dana desa (DD) di masing-masing desa.
Pemerintah menargetkan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) kepada 12,3 juta kepala keluarga (KK) di seluruh Indonesia. Besaran manfaat yang diterima Rp 600.000 per KK per bulan selama tiga bulan dimulai dari bulan April 2020. Total anggaran yang disediakan Rp 22,4 triliun atau 31% dari total anggaran dana desa Rp 71,19 triliun.
Kemendes PDTT mencatat sudah mencairkan sumbangan langsung tunai (BLT) dana desa kepada 167.676 kepala keluarga (KK) di 8.157 desa yang tersebar 76 kabupaten se-Indonesia. Artinya, masih ada 12 juta KK lagi yang belum mampu Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa).
Menteri Desa PDTT, Drs. Abdul Halim Iskandar, M.Si mengatakan proses pencairan tersebut sudah dilaporkan kepada Presiden Jokowi. Adapun dana yang sudah dicairkan sebesar Rp 70 miliar.
"Terkait dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) perlu aku informasikan, alhamdulillah sampai hari ini sudah ada 8.175 desa di 76 kabupaten yang sudah pencairan dengan kondisi masing-masing," kata Abdul Halim dalam video conference, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Mendes Abdul Halim menyampaikan, proses pencairan yang diubahsuaikan dengan kondisi masing-masing desa yaitu adanya secara tunai maupun nontunai.
Besaran anggaran masing-masing desa dilihat dari total alokasi dana desa yang didapatnya. Menurut Abdul Halim, jika desa memiliki anggaran dana desa di bawah Rp 800.000.000 maka 25% (persen) dimanfaatkan sebagai Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa). Sedangkan yang anggarannya Rp 800.000.000-Rp 1.200.000.000 maka besarannya 30% (persen) untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa), sedangkan yang anggarannya di atas Rp 1.200.000.000 besarannya 35%.
Gus Abdul Halim
"Terkait dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) perlu aku informasikan, alhamdulillah sampai hari ini sudah ada 8.175 desa di 76 kabupaten yang sudah pencairan dengan kondisi masing-masing," kata Abdul Halim dalam video conference, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Mendes Abdul Halim menyampaikan, proses pencairan yang diubahsuaikan dengan kondisi masing-masing desa yaitu adanya secara tunai maupun nontunai.
Besaran anggaran masing-masing desa dilihat dari total alokasi dana desa yang didapatnya. Menurut Abdul Halim, jika desa memiliki anggaran dana desa di bawah Rp 800.000.000 maka 25% (persen) dimanfaatkan sebagai Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa). Sedangkan yang anggarannya Rp 800.000.000-Rp 1.200.000.000 maka besarannya 30% (persen) untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa), sedangkan yang anggarannya di atas Rp 1.200.000.000 besarannya 35%.
Gus Abdul Halim
menyampaikan kriterianya adalah warga desa yang mata pencahariannya hilang balasan virus Covid-19 dan tidak mendapatkan tunjangan dukungan sosial lainnya dari pemerintah.
"Bansos dan Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) sasarannya sama-sama masyarakat miskin, tapi nggak boleh overlapping," kata Abdul Halim dalam video conference, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Overlapping yang dimaksud, dijelaskan Abdul Halim, pemerintah sentra mempunyai program perlindungan sosial (bansos) mulai dari acara keluarga impian (PKH), sumbangan pangan non tunai (BPNT) atau kartu sembako, hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT) sembako untuk masyarakat miskin di Jabodetabek.
Dengan kata lain, bagi masyarakat desa yang sudah menerima program bansos dari pemerintah desa, maka tidak diperkenankan menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa). Adapun kriterianya yaitu yang utama kehilangan mata pencaharian balasan Virus COVID-19.
Dalam memilih keluarga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa), kata Abdul Halim, juga tidak memakai kriteria yang ditetapkan dalam PKH.
"Makara kriteria utama ialah kehilangan mata pencaharian. Bisa dicek di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), bila nama ia ada, di cek sudah mampu, kalau belum beliau pasti dapat, jika jelas kehilangan mata pencaharian," ungkapnya.
"Misal ia sopir, terus tutup alasannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tabungan tidak mungkin, tukang kerikil, kuli bangunan, itu semua kehilangan mata pencaharian, itu ada hak untuk dapat Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa)," tambahnya.
Pemerintah memastikan masyarakat desa yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK/KTP) tetap bisa menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa). Setiap warga desa yang menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) akan merujuk pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Data tersebut untuk mengetahui masyarakat tersebut sudah menerima derma sosial (bansos) atau belum.
Pasalnya sudah banyak masyarakat kelompok miskin yang tercover program pinjaman sosial mirip PKH, kartu sembako, dan lainnya.
"Ketika tidak punya NIK maka tidak harus dipaksakan untuk urus NIK dulu gres mampu Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa), tetapi tetap dicatat dan alamat di tulis selengkap-lengkapnya sebagai bagian untuk pertanggungjawaban," kata Abdul Halim dalam video conference, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Gus Menteri meminta seluruh kepala kawasan baik gubernur, bupati, dan wali kota tidak mempersulit pencairan dan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) di daerahnya masing-masing.
"Bansos dan Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) sasarannya sama-sama masyarakat miskin, tapi nggak boleh overlapping," kata Abdul Halim dalam video conference, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Overlapping yang dimaksud, dijelaskan Abdul Halim, pemerintah sentra mempunyai program perlindungan sosial (bansos) mulai dari acara keluarga impian (PKH), sumbangan pangan non tunai (BPNT) atau kartu sembako, hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT) sembako untuk masyarakat miskin di Jabodetabek.
Dengan kata lain, bagi masyarakat desa yang sudah menerima program bansos dari pemerintah desa, maka tidak diperkenankan menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa). Adapun kriterianya yaitu yang utama kehilangan mata pencaharian balasan Virus COVID-19.
Dalam memilih keluarga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa), kata Abdul Halim, juga tidak memakai kriteria yang ditetapkan dalam PKH.
"Makara kriteria utama ialah kehilangan mata pencaharian. Bisa dicek di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), bila nama ia ada, di cek sudah mampu, kalau belum beliau pasti dapat, jika jelas kehilangan mata pencaharian," ungkapnya.
"Misal ia sopir, terus tutup alasannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tabungan tidak mungkin, tukang kerikil, kuli bangunan, itu semua kehilangan mata pencaharian, itu ada hak untuk dapat Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa)," tambahnya.
Pemerintah memastikan masyarakat desa yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK/KTP) tetap bisa menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa). Setiap warga desa yang menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) akan merujuk pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Data tersebut untuk mengetahui masyarakat tersebut sudah menerima derma sosial (bansos) atau belum.
Pasalnya sudah banyak masyarakat kelompok miskin yang tercover program pinjaman sosial mirip PKH, kartu sembako, dan lainnya.
"Ketika tidak punya NIK maka tidak harus dipaksakan untuk urus NIK dulu gres mampu Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa), tetapi tetap dicatat dan alamat di tulis selengkap-lengkapnya sebagai bagian untuk pertanggungjawaban," kata Abdul Halim dalam video conference, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Gus Menteri meminta seluruh kepala kawasan baik gubernur, bupati, dan wali kota tidak mempersulit pencairan dan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT-Dana Desa) di daerahnya masing-masing.
"Karena ini sudah urusan kemanusiaan supaya menempatkan urusan kemanusiaan di atas segalanya. Agar tidak ada upaya untuk melaksanakan atau mempersulit urusan kemanusiaan apalagi ini di bulan suci Ramadhan," ungkapnya.
Sumber: Detik.com
Sumber: Detik.com